Akad pernikahan dalam
hukum Islam bukanlah perkara perdata semata, melainkan ikatan suci (misaqan galizan) yang terkait dengan
keyakinan dan keimanan kepada Allah. Dengan demikian ada dimensi ibadah dalam
sebuah perkawinan/ pernikahan. Untuk itu perkawinan harus dipelihara dengan
baik sehingga bisa abadi dan apa yang menjadi tujuan perkawinan dalam Islam
yakni terwujudnya keluarga sejahtera (mawaddah
wa rahmah) dapat terwujud. Selain itu pernikahan juga bertuuan untuk
menyempurnakan aqidah, menjalankan sunnah, keseimbangan hidup serta penyesuaian
prinsip.[1]
Namun sering kali apa
yang menjadi tujuan perkawinan kandas di perjalanan. Sebenarnya putusnya
perkawinan merupakan hal yang wajar saja, karena makna dasar sebuah akad nikah
adalah ikatan atau dapat juga dikatakan perkawinan pada dasarnya adalah
kontrak. Konsekuensinya ia dapat lepas yang kemudian dapat disebut dengan
talak. Makna dasar dari talak itu adalah melepaskan ikatan atau melepaskan
perjanjian.
a.
Penyebab
Cerai Gugat
Adapun penyebab cerai
gugat yang dapat di rangkum oleh penulis adalah sebagai berikut:
1.
Nufsyuz
Suami Terhadap Isteri
Perlu kita ketahui
bahwa nusyuz ternyata tidak hanya datang dari isteri akan tetapi juga dapat
datang dari suami. Selama ini sering disalahfahami bahwa nusyuz hanya datang
dari pihak isteri saja. Padahal dalam al-Qur’an juga menyebutkan adanya nusyuz
dari suami, seperti yang terlihat dalam al-Qur’an surah an-Nisa’ ayat 128:
Dan jika seorang
wanita khawatir akan nusyuz, atau sikap tidak acuh dari suaminya, maka tidak
mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenarnya, dan perdamaian itu
lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir.
Kemungkinan nusyuznya
suami dapat terjadi dalam bentuk kelalaian dari pihak suami untuk memenuhi
kewajibannya pada isteri.[2]
2.
Terjadinya
Syiqaq (Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam)
Jika kemungkinan
terjadi percecokan (syiqaq), misalnya
disebabkan oleh kesulitan ekonomi, sehingga keduanya sering bertengkar. Untuk
sampai pada kesimpulan bahwa suami isteri tidak dapat lagi dipertahankan harus
dilalui beberapa proses. Dalam ayat suci al-Qur’n surah an-Nisa’ ayat 35 ada
dinyatakan bahwa:
Artinya:
Bila kamu
khawatir terjadinya perpecahan antara mereka berdua, utuslah seorang penengah
masing-masing dari pihak keluarga suami dan pihak keluarga isteri. Jika
keduanya menghendaki kerukunan, Allah akan memberikan jalan kepada mereka.
Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.[3]
3. Salah Satu Pihak
Melakukan Perbuatan Zina (Fahisyah)
Sehingga dapat menimbulkan
saling tuduh menuduh antara keduanya.[4]
b.
Macam-Macam
Cerai Gugat
Cerai gugat berarti
cerai (Khulu’) adalah perceraian yang terjadi atas permintaan isteri dengan
memberikan tebusan atau iwadh kepada dan atas persetujuan suaminya.[5]
Ada 2 (dua) macam
perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama yaitu:
1.
Cerai
Gugat Talak Satu Ba’in Sughra
Ada beberapa penyebab
Cerai gugat talak satu ba’in sughra yang dapat di rangkum oleh penulis yaitu
sebagai berikut:
a). Adanya pertengkaran/ perselisihan secara
terus-menerus antara Penggugat dan Tergugat.
b). Tergugat memiliki Wanita Idaman Lain (WIL).
c). Tergugat tidak memberikan uang belanja kepada
Penggugat sehingga Tergugat telah melanggar salah satu kewajibannya selaku
suami Tergugat yaitu memberi sandang dan pangan.
d).
Tergugat terkena kasus hukum dan telah di vonis 5 tahun penjara.
2.
Cerai
Gugat Talak Satu Khul’i
Ada beberapa penyebab
Cerai gugat talak satu khul’i yang dapat di rangkum oleh penulis yaitu sebagai
berikut: bahwa tidak adanya pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat, namun
Tergugat telah melanggar salah satu point dari taklik talak yaitu: suami
meninggalkan isteri 2 tahun berturut-turut, Tergugat tidak memberikan nafkah
selama 3 bulan lamanya, Tergugat menyakiti badan/ jasmani Penggugat, Tergugat
membiarkan (tidak memperdulikan) isteri selama 6 bulan. Tergugat pergi begitu
saja tanpa sepengetahuan Penggugat dan Penggugat sudah tidak mengetahui lagi
keberadaan Tergugat.
c.
Penyebab
Cerai Gugat Talak Satu Khul’i Menurut Putusan Nomor 213/Pdt.G/2015/PA.Bji
Bahwa berdasarkan Putusan
Nomor 213/Pdt.G/2015/PA.Bji bahwa penyebab perceraian antara kedua belah pihak
yang di gugat oleh isteri sehingga menjatuhkan petitum talak satu khul’i adalah
sebagai berikut:
1. Tergugat
melanggar taklik talak yang diucapkan Tergugat setelah akad nikah dahulu.
2. Tergugat
tidak dapat di dengar keterangannya di depan persidangan karena tidak hadir,
meskipun telah di panggil secara sah dan patut serta ketidkhadirannya tersebut
tanpa alasan yang sah, maka dianggap bahwa Tergugat tidak hendak mempertahankan
kepentingannya dan tidak membantah semua dalil-dalil yang dikemukakan oleh
Penggugat dan secara hukum Tergugat dianggap mengaui seluruh dalil gugatan
Penggugat.
3. Tergugat
telah pergi dari rumah kediaman bersama tanpa alasan yang jelas dan tanpa ada
pertengkaran serta perselisihan sejak 5 tahun yang lalu sampai sekarang,
Tergugat tidak pernah mengunjungi Penggugat, hal itu menunjukkan Tergugat telah
dengan sengaja membiarkan dan tidak memperdulikan Penggugat.
Berdasarkan keterangan
point nomor 3 (tiga) penulis menangkap bahwa 5 tahun Penggugat di tinggalkan
tanpa memberikan nafkah, tanpa mengunjungi Penggugat serta sengaja membiarkan
Penggugat maka point 1, 2, dan 4 telah dilanggar Tergugat dan Penggugat dapat
menggugat cerai Tergugat dengan membayar iwadh sebesar Rp 10.000,- (sepuluh
ribu rupiah). Sehubung keberadaan Tergugat sudah tidak diketahui lagi maka
pertimbangan Majelis Hakim mengutip pendapat Pakar Hukum Islam yang terdapat
dalam Kitab Al-Anwar Juz II halaman 55 yang berbunyi: “Apabila ia enggan, bersembunyi atau ghoib, maka perkara dapat
diputuskan dengan bukti-bukti (persaksian)”
4. Bahwa
telah dilakukan perdamaian namun tidak berhasil sebagaimana dalam Pasal 39 ayat
(1) UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyatakan bahwa: (1) Perceraian
hanya dapat dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.[6]
5. Bahwa
perkara tersebut diputus secara verstek (tanpa dihari Tergugat).
[1] Surianda Lubis, Seminar Pra
Nikah, Medan, Sumatera Utara, 06 Desember 2015.
[2] Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal
Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Jakarta: Kencana, 2004), h. 210-211.
[3] Ibid, h. 212-213.
[4] Ibid, h. 214.
[5] Departeen Agama R.I., Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia
(Jakarta: Direktoral Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 1997), h. 14.
[6] Pagar, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Peradilan Agama Di Indonesia
Edisi Revisi (Medan: Perdana Publishing, 2015), h. 8.
Apakah setelah cerai gugat talak khull'i bisa rujuk atau menikah kembali dengan mantan suami???
BalasHapusTerimakasih.